Review

Info
Studio : Warner Bros. Pictures
Genre : Action, Adventure, Fantasy
Director : Michael Dougherty
Producer : Mary Parent, Thomas Tull, Jon Jashni, Brian Rogers
Starring : Kyle Chandler, Vera Farmiga, Millie Bobby Brown, Ken Watanabe, Sally Hawkins, Zhang Ziyi

Jumat, 31 Mei 2019 - 22:50:00 WIB
Flick Review : Godzilla: King of the Monsters
Review oleh : Haris Fadli Pasaribu (@oldeuboi) - Dibaca: 1405 kali


Selepas adaptasi Hollywood yang kurang begitu memuaskan (meski sebenarnya cukup menghibur) di tahun 1998, Godzilla kembali disambangi dengan versi 2014 garapan Gareth Edwards yang dianggap lebih berhasil secara kualitas. Meski tetap saja banyak keluhan dilayangkan kepada film tersebut, yang utamanya menyebutkan jika sang Raja Monster itu seperti latar untuk filmnya sendiri.

Mungkin untuk menjawabnya, maka lima tahun kemudian hadirlah sebuah sekuel yang dipastikan lebih bombastis, fantastis dan kaya monster, Godzilla: King of the Monsters, yang diset pula sebagai film ketiga dalam franchise MonsterVerse milik Legendary, susulan dari Kong: Skull Island (2017).

Mengapa bombastis, fantastis dan kaya monster? Karena alih-alih sebagai komentar sosial tentang humanisme sebagaimana Godzilla versi 2014, maka Godzilla: King of the Monsters secara jor-joran adalah wahana bagi Godzilla dan barisan monster klasik dari Toho, King Ghidorah, Mothra dan Rodan, untuk saling baku hantam dalam skala kolosal.

Ini merupakan kali pertama tiga monster tadi bersanding dalam sebuah film Godzilla versi Hollywood , sehingga jelas antisipasi menjadi besar. Dan setelah menyaksikan filmnya secara utuh, ekspektasi terbayar lunas. Melalui tata efek visual yang memanjakan mata, perseteruan para Titans, sebagaimana yang disebut dalam film, tersaji epik.

Kisahnya terjadi lima tahun selepas Godzilla pertama. Petinggi Monarch, Dr. Ishirō Serizawa (Ken Watanabe), beserta koleganya, Dr. Vivienne Graham (Sally Hawkins) tengah berusaha untuk mempertahankan organisasi mereka untuk tidak dikenalikan militer. Namun saat kumpulan eko-teroris pimpinan mantan agen MI-6, Kolonel Alan Jonah (Charles Dance) menculik salah satu ilmuan penting Monarch Dr. Emma Russell (Vera Farmiga) dan putrinya, Madison (Millie Bobby Brown), maka fokus organisasi yang menemukan dan mengawasi para monster purba ini pun beralih.

Apalagi diketahui jika Jonah memanfaatkan penemuan Emma, Orca, untuk membangkitkan para Titan yang sedang hibernasi, termasuk naga berkepala tiga King Ghidorah, Pteranodon raksasa Rodan, dan mega ngengat Mothra. Untuk membantu menalangi kekacauan ini, Serizawa meminta bantuan mantan ilmuan Monarch lain yang juga mantan suami Emma, Dr. Mark Russell (Kyle Chandler).

Meski di atas kertas plot terlihat sederhana, namun Godzilla: King of the Monsters memiliki plot ruwet, ditambah pula cukup bejibunnya populasi karakter pendukung  yang sebagian besar bertugas sebagai alat untuk plot (plot device). Hanya saja, plot dalam film-film Godzilla, bahkan yang paling bagus sekalipun, memang bukanlah kekuatan utamanya. Tidak heran bagi penonton awam, Godzilla: King of the Monsters cenderung akan terlihat kacau.

Keutamaannya adalah Godzilla dan para monster itu sendiri dan bagaimana mereka mengendalikan alur menjadi sebuah wahana petualangan bagi penonton untuk terlibat. Begitu pula Godzilla: King of the Monsters di mana Michael Dougherty (Trick ‘r Treat, Krampus) yang ditugaskan sebagai penggarap filmnya, jelas mengambil arah berbeda dengan Edwards yang cenderung filosofis. Plot sekedar pengantar untuk menyajikan pertunjukkan besar yang bertujuan untuk membetot perhatian penontonnya. Sesuatu yang berhasil diraih oleh film.

Bukan hanya itu membuat Godzilla: King of the Monsters memikat. Selain memiliki lineup monster serupa Ghidorah, the Three-Headed Monster (1964), ia juga sangat kaya akan easter eggs dan trivia dari franchise Godzilla klasik, termasuk hadirnya karakter ilmuan kembar yang diperankan Zhang Ziyi, boleh jadi merujuk pada peri kembar yang kerap menemani Mothra, Shobijin, serta akhirnya digunakanlah lagu tema klasik gubahan Akira Ifukube dalam Godzilla versi Hollywood, selain ‘Mothra’s Song’ tulisan Yūji Koseki.

Mungkin saja Godzilla: King of the Monsters menjadi tersegmentasi karena terkoneksi secara maksimal hanya dengan penonton yang terbiasa menyaksikan film-film Godzilla. Meski begitu, sebagai sebuah film fantasi-monster melalui pendekatan tradisional, jelas ia hadir sangat memuaskan dan memberi penekanan pada kosa kata epik dan kolosal.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.