Review

Info
Studio : Warner Bros. Pictures/Live Nation Productions/Metro-Goldwyn-Mayer Pictures/Gerber Pictures/Peters En
Genre : Drama, Music, Romance
Director : Bradley Cooper
Producer : Bill Gerber, Jon Peters, Bradley Cooper, Todd Phillips, Lynette Howell Taylor
Starring : Bradley Cooper, Lady Gaga, Sam Elliott, Dave Chappelle, Andrew Dice Clay

Jumat, 19 Oktober 2018 - 22:00:13 WIB
Flick Review : A Star is Born
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 1502 kali


Setelah Janet Gaynor dan Fredric March (A Star is Born, 1937), Judy Garland dan James Mason (A Star is Born, 1954), serta Barbra Streisand dan Kris Kristofferson (A Star is Born, 1976), Hollywood kembali menghadirkan pengisahan terbaru dari A Star is Born – yang pada awalnya juga merupakan adaptasi lepas dari film What Price Hollywood? (George Cukor, 1932) – dengan Lady Gaga dan Bradley Cooper yang kali ini memerankan dua karakter utamanya. Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Cooper bersama dengan Eric Roth (Extremely Loud & Incredibly Close, 2011) dan Will Fetters (The Best of Me, 2014) dengan mengambil elemen-elemen pengisahan dari film-film A Star is Born sebelumnya, film yang juga menandai kali pertama Cooper untuk duduk di kursi penyutradaraan ini masih menuturkan kisah yang sama familiar: dua sosok karakter dengan kompleksitas problematika hidup masing-masing yang kemudian bertemu, jatuh cinta, dan akhirnya saling mengubah alur kehidupan satu sama lain. It’s a tale as old as time. Jadi apa hal menarik yang dapat diberikan Cooper dalam A Star is Born miliknya? 

Cooper sendiri berperan sebagai seorang penyanyi country kenamaan bernama Jackson Maine yang memiliki masalah kecanduan pada minuman beralkohol. Secara tidak sengaja, Jackson Maine bertemu dengan seorang pramusaji bernama Ally Campana (Lady Gaga) yang sedang tampil bernyanyi pada sebuah bar yang ia kunjungi. Terkesan dengan talenta yang ditunjukkan oleh Ally Campana, Jackson Maine lantas mengilhami Jackson Maine untuk menjadikan Ally Campana sebagai vokalis tamu tetap dalam rangkaian konser yang ia gelar. Hubungan keduanya mulai tumbuh dan berkembang: Jackson Maine menjadi mentor bagi Ally Campana dalam mengenal industri musik, Ally Campana mampu membuat Jackson Maine mengurangi kebiasaan minum minuman kerasnya, dan bersama keduanya kemudian jatuh cinta hingga memutuskan untuk menikah. Di saat yang bersamaan, karir Ally Campana sebagai seorang penyanyi solo terus menanjak dan bahkan menjadikannya sebagai salah satu penyanyi pop paling popular di Amerika Serikat. Dan popularitas tersebut secara perlahan mulai memberikan efek buruk dalam hubungan pernikahan Jackson Maine dan Ally Campana.

A Star is Born memulai paruh pertama pengisahannya dengan sangat meyakinkan – jika tidak ingin menggambarkannya sebagai momen perkenalan yang sempurna. Pengenalan yang diberikan Cooper pada karakter Jackson Maine dan Ally Campana mengalir secara dinamis dalam mengenalkan karakterisasi keduanya, deretan cuplikan permasalahan yang dihadapi dalam kesehariannya, hingga momen perkenalan dan perjalanan awal dari hubungan romansa mereka. Familiar namun terkemas apik, hangat, dan dibungkus dengan deretan lagu bernuansa country dan pop yang cukup handal untuk menghasilkan senyum di wajah para pendengarnya. Sayangnya, kesuksesan pengisahan di paruh awal A Star is Born kemudian menjelma menjadi kenikmatan yang datang terlalu dini dan berlangsung terlalu singkat ketika film ini tidak mampu mempertahankan kinerjanya untuk kemudian terjerembab dalam warna pengisahan yang terasa monoton dan cenderung membosankan pada tahap penceritaan selanjutnya.

Masalah utama yang dihadapi oleh A Star is Born berasal dari minimalisnya pendalaman konflik yang disajikan naskah cerita film ini. Dengan premis yang telah berulangkali dieksplorasi oleh berbagai film buatan Hollywood yang bernada sama, A Star is Born justru gagal untuk menghadirkan sentuhan maupun sudut pandang baru dalam kisahnya. Cooper, Roth, dan Fetters sebenarnya berusaha untuk menghadirkan sebuah pandangan tentang industri musik di era modern yang seringkali mengacuhkan kualitas musikal para pelaku industrinya demi menyajikan sajian sensasional yang lebih menjual. Sayangnya penggarapan kisah tersebut hanya menyentuh bagian permukaan masalah dan tidak pernah terasa menyelam lebih dalam.

Fokus yang lebih banyak diberikan pada karakter Jackson Maine – yang membuat karakter Ally Campana yang sebenarnya lebih menarik menjadi terpinggirkan – juga membuat banyak bagian narasi film menjadi terasa lemah. Lihat saja bagaimana A Star is Born ingin menggambarkan sosok Ally Campana sebagai sosok penyanyi dengan talenta luar biasa namun tidak pernah memberikan porsi pengisahan yang benar-benar mampu menunjukkan kemampuan tersebut. Penggambaran dari karakter Jackson Maine juga bukannya tampil lebih baik. Meskipun hadir dengan pengisahan yang lebih luas namun karakter tersebut tidak pernah mampu dihadirkan dalam narasi yang menarik. Konflik-konflik yang dihadapinya tampil dangkal dan seringkali hanya hadir dan berlalu begitu saja.

Kemampuan pengarahan Cooper juga harus diakui masih terasa goyah dan rapuh di banyak bagian pengisahan. Usaha Cooper untuk mendramatisir beberapa konflik yang tampil dalam linimasa penceritaan A Star is Born justru membuat penuturan kisah film menjadi bertele-tele dan kurang efektif. Terasa melelahkan, khususnya ketika Cooper memutuskan untuk menyajikan pengisahan filmnya dalam tempo 135 menit tanpa pernah mampu menghadirkan konflik yang benar-benar mengikat. Dan sebagai sebuah film dengan atmosfer musikal, lagu-lagu yang dihadirkan di sepanjang pengisahan A Star is Born juga terasa berkualitas medioker – khususnya lagu-lagu yang tampil setelah Shallow yang menjadi showstopper sekaligus presentasi lagu terbaik bagi film ini. Cooper setidaknya berhasil memberikan arahan kualitas produksi yang berkelas. Penataan gambar, suara, musik, sinematografi, hingga tata rias dan busana hadir meyakinkan.

Cooper juga mendapatkan sokongan kualitas penampilan akting yang maksimal dari jajaran pemeran A Star is Born. Walau kemampuan vokalnya seringkali terasa melampaui dan membayangi kemampuan aktingnya, penampilan Lady Gaga jelas berhasil membantu karakter Ally Campana untuk hadir menyita perhatian di sepanjang presentasi film. Dan meskipun hadir dalam karakter yang memiliki porsi pengisahan yang minimalis, Sam Elliott sukses memberikan sentuhan emosional pada banyak bagian penceritaan. Jika kemampuan pengarahannya masih belum terasah dengan baik, penampilan akting Cooper justru tampil begitu kuat dan nyaris tanpa cela. Cooper menghidupkan sosok Jackson Maine yang problematik menjadi karakter yang masih terasa humanis dan mampu meraih simpati setiap penonton. Cooper bahkan mampu menyajikan tampilan vokal yang tidak mengecewakan dan bersanding manis dengan vokal yang ditampilkan Lady Gaga. Jelas merupakan salah satu penampilan akting terbaik yang diberikan Cooper.

A Star is Born jelas bukanlah sebuah presentasi yang buruk. Cukup disayangkan Cooper tidak begitu mampu untuk menghasilkan sebuah presentasi keseluruhan yang lebih mengesankan lagi. Well… setidaknya A Star is Born tetap sukses menjadi ajang pembuktian bagi kemampuan Cooper sebagai seorang aktor yang handal sekaligus berani dalam menangani peran-peran menantang dalam karirnya. Dan, mungkin saja, di masa yang akan datang Cooper, sang sutradara, akan kembali tampil dalam sajian yang lebih kuat lagi.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.