Review

Info
Studio : Shanghai Ruyi Film & TV Production/Enlight Pictures/Shanghai Huolongguo Film & TV Production/Shangha
Genre : Adventure, Thriller
Director : Han Yan
Producer : Chen Zhixi
Starring : Li Yifeng, Michael Douglas, Dongyu Zhao, Bingkun Cao, Wang Ge

Jumat, 27 Juli 2018 - 10:36:12 WIB
Flick Review : Animal World
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 1602 kali


Film terbaru arahan sutradara berkewarganegaraan Republik Rakyat Tiongkok, Han Yan (Go Away Mr. Tumour, 2015), yang berjudul Animal World bukanlah film pertama yang diadaptasi dari seri komik popular, Ultimate Survivor Kaiji. Memuat kisah tentang seni berjudi, seri komik yang ditulis dan diilustrasikan oleh Nobuyuki Fukumoto tersebut sebelumnya telah diadaptasi menjadi dua film live-action berjudul Kaiji: The Ultimate Gambler (2009) dan Kaiji 2 (2011) yang diarahkan oleh sutradara asal Jepang, Tōya Satō. Dengan naskah cerita yang juga ditulis oleh Han, Animal World sebenarnya menawarkan sebuah sajian petualangan yang mampu menghadirkan cukup banyak momen menegangkan sekaligus menyenangkan dalam pengisahannya. Sayangnya, kehadiran terlalu banyaknya konflik lantas menjebak pengarahan Han yang kemudian membuat elemen-elemen cerita Animal World gagal mengembang secara merata. 

Fokus pengisahan Animal World sendiri berada pada sosok Zheng Kaisi (Li Yifeng) yang terus dihantui rasa trauma oleh kematian sang ayah. Hidup Zheng Kaisi semakin terasa tidak berarti semenjak ia tidak mampu membayar biaya perobatan sang ibu sekaligus tidak mampu menikahi sang kekasih (Zhou Dongyu) yang begitu mencintainya. Berusaha untuk mencari uang dengan cara yang cepat, Zheng Kaisi lantas menerima tawaran dari seorang pimpinan organisasi gelap yang dikenal dengan nama Anderson (Michael Douglas) untuk bermain judi di atas kapal pesiar bernama Destiny. Tawaran tersebut mungkin terdengar seperti sebuah kesempatan yang dapat menyelesaikan seluruh masalah yang dimiliki Zheng Kaisi dengan segera. Namun, jika kalah, Zheng Kaisi harus bersiap mengorbankan hidupnya untuk menjadi kelinci percobaan bagi sebuah eksperimen medis ilegal yang juga dikelola Anderson.

Jika melirik struktur pengisahan dan pengarahan tampilan visual yang dibawakannya untuk Animal World, Han sebenarnya memiliki visi yang cukup menarik (dan kuat) untuk filmnya. Dalam menggambarkan dilema kepribadian yang dimiliki sang karakter utama – yang ketika sedang berada dalam tekanan seringkali membayangkan dirinya adalah seorang badut yang memiliki kekuatan untuk membunuh dan orang-orang di sekitarnya berubah wujud menjadi sosok binatang – Han menggarap presentasi gambar filmnya sebagai paduan antara tampilan yang menyerupai gambaran komik dengan sajian gambar yang memiliki warna-warna terang benderang – meskipun Animal World secara konsisten hadir dengan atmosfer pengisahan yang kelam. Tampilan visual yang berkesan megah tersebut jelas akan dengan mudah menarik (dan kadang mengikat) perhatian penonton. Well… setidaknya sebelum mereka kemudian “dijebak” dalam jalinan pengisahan Animal World yang hadir berantakan.

Permasalahan utama dari naskah cerita Animal World adalah Han berusaha untuk mengemas terlalu banyak konflik dan karakter dalam jalinan pengisahan filmnya. Bukan sebuah masalah besar, sebenarnya, jika Han mampu mengelola konflik maupun karakter tersebut dengan baik. Sayangnya, bahkan semenjak Animal World memulai pengisahannya, Han telah terasa kebingungan untuk menemukan cara yang tepat untuk menggulirkan pengisahan serta ritme cerita yang tepat untuk filmnya. Tidak mengherankan jika Animal World kemudian terasa begitu membingungkan dalam menjelaskan rentetan misterinya, permasalahan dari karakter-karakternya, hingga aturan permainan kartu yang sedang dan akan diikuti oleh karakter-karakter tersebut. Pada akhirnya, sulit untuk merasa benar-benar peduli dengan apa yang terjadi pada alur pengisahan film ini dan membiarkannya untuk mengalir serta berlalu begitu saja.

Terlepas dari berantakannya pengarahan dan penulisan naskah garapan Han, Animal World setidaknya masih mampu tampil hidup berkat penampilan akting dari pemeran utamanya. Sebagai sosok yang memiliki trauma di masa kecil dan kehidupan yang dipenuhi berbagai dilema, Li mampu menjadikan karakter Zheng Kaisi tampil simpatik. Penonton dapat saja tenggelam pada rasa kebingungan atas konflik-konflik yang dialami karakter tersebut namun mereka jelas tidak akan melupakan begitu saja kekuatan dan kharisma yang diberikan Li pada penampilannya. Para pengisi departemen akting lainnya juga tampil dalam kapasitas yang memuaskan – termasuk Douglas yang meskipun tampil dalam durasi yang minimalis namun mampu membuat kehadirannya begitu kuat.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.