Review

Info
Studio : The Fyzz Facility/White Comet Films/BLOOM/Intrepid Pictures/Rogue
Genre : Horror
Director : Johannes Roberts
Producer : James Harris, Wayne Marc Godfrey, Mark Lane, Robert Jones, Ryan Kavanaugh
Starring : Christina Hendricks, Martin Henderson, Bailee Madison, Lewis Pullman, Emma Bellomy, Damian Maffei, L

Selasa, 20 Maret 2018 - 15:17:02 WIB
Flick Review : The Strangers: Prey at Night
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 1851 kali


Ketika dirilis satu dekade lalu, The Strangers (Bryan Bertino, 2008) mampu menjelma dari sebuah film horor dengan premis sederhana menjadi sajian yang berhasil menarik perhatian banyak penikmat film dunia. Dengan bujet produksi yang “hanya” membutuhkan biaya sebesar US$9 juta, film yang dibintangi Liv Tyler dan Scott Speedman tersebut kemudian berhasil meraih pendapatan sebesar lebih dari US$82 juta dari perilisannya di seluruh dunia. Tiga karakter antagonisnya – Dollface, Pin-up Girl dan Man in the Mask yang selalu mengenakan topeng dan tidak berbicara selama menjalankan aksinya – bahkan menjadi karakter horor ikonik dan dihadirkan dalam film The Cabin in the Woods (Drew Goddard, 2012) bersanding dengan karakter-karakter horor ikonik lainnya. Kesuksesan The Strangers tersebut kini berusaha dilanjutkan melalui sekuelnya, The Strangers: Prey at Night, yang diarahkan Johannes Roberts (47 Meters Down, 2017). Masih menawarkan premis yang sama sederhana dengan jumlah karakter yang kini lebih banyak, The Strangers: Prey at Night jelas menjanjikan sajian slasher yang lebih brutal dari pendahulunya. Namun, apakah Roberts berhasil mempertahankan kualitas atmosfer penceritaan film secara keseluruhan?

Dengan naskah cerita yang digarap oleh Bertino bersama dengan Ben Ketai (30 Days of Night: Dark Days, 2010), The Strangers: Prey at Night memulai pengisahannya ketika pasangan suami istri, Mike (Martin Henderson) dan Cindy (Christina Hendricks), bersama kedua anak mereka, Luke (Lewis Pullman) dan Kinsey (Bailee Madison), melakukan sebuah perjalanan untuk mengunjungi keluarga mereka yang tinggal di sebuah lingkungan rumah mobil. Karena keterlambatan perjalanan mereka – yang membuat keempatnya tiba pada waktu tengah malam, Mike dan Cindy akhirnya memutuskan untuk menginap dan beristirahat di salah satu rumah mobil yang ada sebelum kees okan harinya menemui keluarga mereka. Sial, suasana istirahat tersebut kemudian terganggu oleh kedatangan tiga sosok asing yang terus memperhatikan setiap pergerakan Mike, Cindy, Luke, dan Kinsey. Lebih parah lagi, ketiga sosok asing tersebut mulai mendekati rumah mobil yang ditempati keluarga tersebut dan kemudian melakukan penyerangan secara membabi-buta.

Meskipun menghadirkan jumlah karakter yang lebih banyak, The Strangers: Prey at Night jelas mengikuti pola pengembangan konflik dan karakter yang telah diterapkan oleh seri pendahulunya yang dimulai dengan sekumpulan karakter yang telah menghadapi permasalahan pribadi sebelum akhirnya harus bersatu setelah kehadiran teror yang mengancam hidup mereka. Sayangnya, naskah garapan Bertino dan Ketai sama sekali tidak pernah benar-benar mampu menyatukan kepingan-kepingan konflik yang telah mereka hadirkan untuk menjadi sebuah pengisahan drama yang utuh. Akhirnya, konflik keluarga yang awalnya dapat dijadikan pancingan untuk tetap mengikat perhatian sekaligus memberikan sentuhan emosional pada penonton akhirnya tampil setengah matang dan gagal untuk bekerja secara maksimal. Penggambaran dari setiap karakter yang muncul dalam jalan pengisahan juga terasa tipikal – yang akan membuat banyak penikmat horor telah dapat menebak kemana arah penceritaan film dengan mudah.

Terlepas dari kelemahan penulisan konflik dan naskah ceritanya, Roberts harus diakui berhasil menggarap intensitas penceritaan horor filmnya dengan baik. Setelah paruh pertama pengisahan – yang berisi pengenalan terhadap karakter serta konflik awal pengisahan – yang terasa cukup datar, The Strangers: Prey at Nightmulai bergerak secara dinamis ketika teror mulai berlangsung dan dilancarkan pada setiap karakter dalam film ini. Memang, pengaturan teror serta cara setiap karakter menghadapi ancaman kehidupan mereka terasa sebagai pengulangan berbagai formula klasik film-film slasher Hollywood. Namun, pengarahan Roberts yang cukup kuat berhasil menjadikan kehadiran berbagai elemen horor familiar tersebut menjadi begitu efektif dan maksimal. Dilengkapi dengan beberapa adegan brutal yang jelas akan semakin mampu membuat setiap penonton film ini menahan nafas mereka, The Strangers: Prey at Night mampu dikemas menjadi sebuah sajian slasheryang cukup menyenangkan.

Lemahnya komposisi karakter dalam aliran cerita memang membuat karakter-karakter yang tampil di sepanjang 85 menit durasi presentasi The Strangers: Prey at Night menjadi tidak begitu mengikat. Beruntung, departemen akting film ini tetap mampu menyajikan penampilan akting terbaik mereka untuk membuat setiap karakter setidaknya dapat tetap terasa menarik untuk diikuti “perjuangan hidup”-nya. Roberts juga mendapatkan dukungan yang solid dari kualitas tata produksi filmnya. Tata sinematografi garapan Ryan Samul mampu memberikan atmosfer mencekam yang kuat. Begitu pula tata musik olahan Adrian Johnston yang seringkali mengisi energi sekaligus menjadi nyawa pada banyak adegan film. The Strangers: Prey at Night memang kurang berhasil untuk menyaingi kekuatan intensitas horor seri pertamanya yang didukung penuh oleh elemen emosional dari karakter-karakter ceritanya. Meskipun begitu, film ini jelas tidak akan meninggalkan kesan yang buruk berkat garapan slasher­-nya yang cukup solid. Mudah untuk dilupakan namun jelas juga terasa memuaskan untuk diikuti.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.