Review

Info
Studio : Chernin Entertainment
Genre : Action, Adventure, Drama
Director : Matt Reeves
Producer : Peter Chernin, Dylan Clark, Rick Jaffa, Amanda Silver
Starring : Andy Serkis, Woody Harrelson, Amiah Miller, Steve Zahn, Karin Konoval

Senin, 31 Juli 2017 - 10:00:11 WIB
Flick Review : War for the Planet of the Apes
Review oleh : Amir Syarif Siregar (@Sir_AmirSyarif) - Dibaca: 1936 kali


Sukses mengarahkan Dawn of the Planet of the Apes (2014) – setelah sebelumnya menggantikan posisi Rupert Wyatt yang mengarahkan Rise of the Planet of the Apes (2011), Matt Reeves kembali duduk di kursi penyutradaraan bagi film ketiga dalam seri film Planet of the Apes, War for the Planet of the Apes. Dengan naskah cerita yang ditangani Reeves bersama dengan Mark Bomback, War for the Planet of the Apes mengisahkan kelanjutan perjalanan Caesar (Andy Serkis – lewat penggunaan performance-capture technology) dan kawanannya yang berusaha untuk menemukan sebuah lokasi baru yang aman untuk mereka tinggali. Bukan sebuah persoalan yang mudah. Meskipun musuhnya, Koba (Toby Kebbell – lewat penggunaan performance-capture technology), telah tewas, namun para pengikutnya masih senantiasa mencoba untuk menjatuhkan Caesar dari singgasananya. Para pengikut Koba bahkan telah bekerjasama dengan pihak manusia – faksi militer yang menamakan dirinya Alpha-Omega yang bertujuan untuk memusnahkan populasi para kera yang dianggap memiliki potensi untuk menyebarkan sebuah penyakit berbahaya yang belum ditemukan obatnya. Dan ancaman tersebut kian nyata setelah pimpinan Alpha-Omega yang disebut sebagai The Colonel (Woody Harrelson) mulai mengetahui dimana letak persembunyian Caesar dan kawanan keranya.

Ketika 20th Century Fox pertama kali mengumumkan bahwa rumah produksi tersebut akan memproduksi sebuah seri film yang menjadi reboot bagi seri film klasik Planet of the Apes (1968 – 1973), mungkin tidak ada seorangpun yang akan menyangka bahwa seri Planet of the Apes terbaru tersebut akan mampu meraih kesuksesan. Bukan sebuah prasangka yang sepenuhnya salah. Setelah Tim Burton gagal dalam usahanya untuk menghidupkan kembali seri film tersebut lewat remake Planet of the Apes (2001) dan diiringi dengan semakin banyaknya proyek daur ulang karya-karya klasik yang semakin menandai hilangnya ide segar dari Hollywood, wajar saja bila keberadaan seri terbaru Planet of the Apes disambut dengan rasa skeptis dari banyak pihak. Namun, dengan naskah cerita berkualitas dari Rick Jaffa dan Amanda Silver sekaligus pengarahan cerdas dari Wyatt, film pertama dari seri Planet of the Apes terbaru yang diarahkan untuk menjadi sebuah origin story, Rise of the Planet of the Apes, berhasil meraih kesuksesan – tidak hanya dari segi komersial namun juga mampu meraih tanggapan positif dari banyak kritikus film dunia. Estafet kesuksesan Wyatt lewat Rise of the Planet of the Apes kemudian diteruskan oleh Reeves melalui Dawn of the Planet of the Apes yang bahkan berhasil meraih kesuksesan – baik komersial maupun kritikal – yang lebih besar lagi.

Seperti halnya dua film pendahulunya, kesuksesan War of the Planet of the Apes jelas berasal dari kualitas naskah ceritanya yang begitu berkelas. Tidak hanya mampu memberikan pendalaman kisah yang memadai bagi karakter-karakternya, naskah cerita garapan Reeves dan Bomback semakin lihat dalam menggarap tema-tema yang menyentuh kondisi sosial dan politik teranyar yang memang telah diterapkan dalam pakem penceritaan Rise of the Planet of the Apes maupun Dawn of the Planet of the Apes. Hasilnya, War of the Planet of the Apes mampu disajikan dengan sentuhan emosional yang begitu kuat – baik yang muncul akibat interaksi antar karakter dalam ceritanya maupun berkat koneksi yang berhasil terjalin mulus dengan para penontonnya. Durasi penceritaan yang mencapai 140 menit – 10 menit lebih panjang daripada Dawn of the Planet of the Apes dan 35 menit lebih panjang daripada Rise of the Planet of the Earth – memang dapat saja dipangkas dengan menghilangkan beberapa cabang penceritaan yang kurang esensial. Meskipun begitu, tidak dapat disangkal, War for the Planet of the Apes berhasil menjadi titik puncak kualitas penceritaan bagi trilogi film ini.

Kecerdasan Reeves dalam menulis cerita juga mampu diimbangi dengan kemampuannya dalam menuturkan cerita tersebut. War for the Planet of the Apes disajikan dengan alur penceritaan yang moderat, secara perlahan membuka pengisahan setiap karakter yang hadir dalam jalan ceritanya namun sama sekali tidak pernah terasa terlalu lamban maupun melebar dalam bercerita. Reeves juga mampu mengendalikan kestabilan sisi emosional dari pengisahan drama dengan sentuhan ketegangan dari dunia peperangan yang ingin diceritakan film ini. Dukungan kuat dari departemen produksi film juga mendorong penampilan War for the Planet of the Apes menjadi semakin mempesona. Tampilan efek visual – yang telah membuahkan dua nominasi dari Academy Awards bagi dua film sebelumnya – hadir dengan begitu meyakinkan. Tata sinematografi arahan Michael Seresin juga begitu mendukung atmosfer penceritaan film yang begitu dingin dan seringkali mencekam. Komposer Michael Giacchino juga menyumbangkan kontribusinya dengan memberikan sentuhan komposisi musik yang mendukung garapan emosional pada setiap adegan.

Dengan perantaraan performance-capture technology yang diterapkan WETA Digital, War for the Planet of the Apes mampu menyediakan penampilan yang gemilang dari para pengisi departemen aktinbg film ini. Meskipun fisik mereka tidak muncul dalam adegan-adegan film ini namun Serkis, Steve Zahn, Karin Konoval, Terry Notary dan Ty Olsson mampu memberikan jiwa mereka sehingga karakter-karakter kera yang mereka perankan berhasil disajikan dengan penuh sentuhan ekspresi dan emosi yang kuat. Berperan sebagai The Colonel, Harelson menjadi satu-satunya wajah manusia yang paling mudah dikenali dalam film ini. Harelson dengan sempurna mengarahkan karakternya yang dingin dan menyimpan begitu banyak dendam untuk menjadi sosok karakter antagonis yang sama kuatnya dengan kehadiran karakter Caesar. War for the Planet of the Apes juga menghadirkan penampilan dari aktris Amiah Miller yang meskipun tampil dengan penampilan yang begitu terbatas namun kerap menjadi sumber sentuhan emosi bagi jalan penceritaan film berkat chemistry yang berhasil ia bentuk antara karakter yang ia perankan dengan karakter-karakter lain yang berada di sekitarnya.

Rating :

Share |


Review Terkait :

Comments

© Copyright 2010 by Flick Magazine - Design by Hijau Multimedia Solution. All Rights Reserved.